MAKALAH
PROFESI
PENDIDIKAN
“Peran
Guru Dalam Pengembangan Karakter Siswa “
DISUSUN
OLEH
Ardi Wiranata (
F15112025 )
Eska Putri
Linawati Purba (
F15112014 )
Patrisia Gita (
F15112019 )
DOSEN
PENGAMPU
Prof.
Dr. Aunurrahman
Drs.
M. Nasrun, M.Pd.
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
TANJUNGPURA
2013
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Penyusun
tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas dan kewajiban kami sebagai mahasiswa
yang lain dapat melakukan kegiatan seperti yang kami lakukan. Dalam tugas ini
kami akan membahas mengenai “Peran Guru dalam Pengembangan Karakter Siswa”.
Dengan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah mendukung kami terutama kepada dosen mata kuliah Profesi
Pendidikan.
Tiada
gading yang tak retak, demikian pepatah mengatakan. Kami sadari tugas ini masih
jauh kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun sehingga kami dapat memperbaiki kesalahan kami.
Akhir
kata kami ucapkan terima kasih. Semoga tugas ini bermanfaat dan berguna bagi
kita semua.
Pontianak, Oktober 2013
Penulis,
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
............................................................................ i
DAFTAR
ISI
..........................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
............................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah
........................................................................ 1
C.
Tujuan
.......................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Definisi Pendidikan Karakter
....................................................... 3
B.
Pembentukan Karakter
................................................................. 5
C.
Peran Guru Dalam Membentuk Karakter
....................................
7
D. Peran
Strategis Guru Profesional Dalam Membangun Karakter
Bangsa.................................................................................. ...... 10
E.
Pentingnya Karakter
................................................................... 12
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan
................................................................................. 15
B.
Saran
........................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................ 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara
Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan SDM
yang berkualitas dan berkarakter. Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 3 yang menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Pembentukan karakter siswa tidak sematamata menjadi
tugas guru atau sekolah, melainkan juga keluarga dan masyarakat. Siswa
menghabiskan waktu dan beraktivitas tidak hanya di sekolah, namun juga di rumah
dan di masyarakat sebagai warga Negara Indonesia dan dunia. Namun, pada
pendidikan formal di sekolah, guru merupakan orang yang memiliki peran sangat
penting dalam pembentukan karakter siswa. Nilai-nilai karakter antara lain meliputi
keberanian, kejujuran, hormat pada orang lain, disiplin. Siswa yang berkarakter
akan dapat meningkatkan derajat dan martabat bangsa.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan karakter dan pendidikan karakter?
2. Bagaimana
cara penerapan dalam pembentukan karakter peserta didik?
3. Mengapa
karakter penting untuk peserta didik?
4.
Bagaimana peranan guru yang strategis
untuk menentukan karakter bangsa sebagai pondasi jati diri bangsa yang
bermatabat?
C.
Tujuan
1. Mengetahui tentang pendidikan karakter
2. Mengetahui
peranan guru dalam pembentukan karakter peserta didik
3. Mengetahui
bagaimana pentingnya pendidikan karakter pada peserta didik
4. Menjelaskan
peran guru yang strategis dalam membentuk karakter.
5.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengetian
Pendidikan Karakter
Karakter,
secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “karasso”, berarti ‘cetak
biru’,‘format dasar’, ‘sidik’ seperti misalnya dalam sidik jari. ( http://
karakterbangkit.blogspot.com/2009/12/apa-itu-karakter.html.). Menurut Hornby
dan Parnwell (1972:49), karakter secara harafiah berarti “kualitas mental atau
moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Sedangkan menurut M. Furqon
Hidayatullah (2010:13), karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau
moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang
menjadi pendorong atau penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain.
Seseorang dapat dikatakan berkarakter ketika orang tersebut telah berhasil
menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendakimasyarakat serta digunakan sebagai
kekuatan moral dalam hidupnya. Menurut kamus bahasa Indonesia Purwadarminto,
karakter diartikan sebuah tabiat, watak, sifat–sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari orang lain. Karakter merupakan
nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum,
tata krama, budaya dan adat istiadat. Karakter merupakan sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.
Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak
hanya membentuk siswa menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga
membentuk mereka menjadi pelaku bagi perubahan dalam hidupnya sendiri, yang
akhirnya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan
menjadi lebih, adil, baik dan manusiawi. [www.pendidikankarakter.org]
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan,
termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, pendidikan karakter dapat
diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata
pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan
nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan
manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana
pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam
kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut
antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum,
pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait
lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang
efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan
mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan
karakter diharapkan siswa didik mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam
perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya
sekolah.
B.
Pembentukan
Karakter
Membentuk karakter tidak bisa dilakukan dalam
sekejap dengan memberikan nasihat, perintah, atau instruksi, namun lebih dari
hal tersebut. Pembentukan karakter memerlukan teladan/role model,
kesabaran, pembiasaan, dan pengulangan. Dengan demikian, proses pendidikan
karakter merupakan proses pendidikan yang dialami oleh siswa sebagai bentuk
pengalaman pembentukan kepribadian melalui mengalami sendiri nilai-nilai
kehidupan, agama, dan moral.
Menurut Ratna Megawangi, pendiri Indonesia Heritage
Foundation, ada tiga tahap pembentukan karakter, yakni:
1. MORAL
KNOWING : Memahamkan dengan baik pada anak tentang arti
kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa
manfaat berperilaku baik.
2. MORAL
FEELING : Membangun kecintaan berperilaku baik pada anak
yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter
adalah dengan cara menumbuhkannya.
3. MORAL
ACTION : Bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi
tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap
sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior.
Dengan melalui tiga tahap tersebut, proses
pembentukan karakter akan menjadi lebih mengena dan siswa akan berbuat baik
karena dorongan internal dari dalam dirinya sendiri.
Ratna Megawangi mengungkapkan ada 9 pilar karakter
yang harus ditumbuhkan dalam diri siswa:
1. Cinta
pada Allah SWT, dengan segenap ciptaanNya
2. Kemandirian
dan tanggung jawab
3. Kejujuran,
bijaksana
4. Hormat,
santun
5. Dermawan,
suka menolong, gotong royong
6. Percaya
diri, kreatif, bekerja keras
7. Kepemimpinan,
keadilan
8. Baik
hati, rendah hati
9. Toleransi,
Kedamaian, kesatuan
Kesembilan pilar karakter perlu diajarkan dengan
menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the
good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat
kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling
loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine
yang selalu bekerja membuat orang mau selalu berbuat sesuatu kebaikan.
Orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku
kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan acting the good berubah
menjadi kebiasaan. (Ratna Megawangi, Pelopor Pendidikan Holstik berbasis
Karakter dalam Langit Perempuan).
Dalam kegiatan proses pembelajaran,
membentuk siswa berkarakter dapat dimulai dari pembuatan perencanaan
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Karakter yang akan dikembangkan dapat ditulis
secara eksplisit pada RPP. Dengan demikian, dalam setiap kegiatan pembelajaran
guru perlu menetapkan karakter yang akan dikembangkan sesuai dengan materi,
metode, dan strategi pembelajaran. Ketika guru ingin menguatkan karakter
kerjasama, disiplin waktu, keberanian, dan percaya diri, maka guru perlu
memberikan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran sehari-hari. Guru perlu
menyadari bahwa guru harus memberikan banyak perhatian pada karakter yang ingin
dikembangkan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Seperti kita
ketahui bahwa belajar tidak hanya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan saja,
namun juga dapat menerapkan ilmu pengetahuan dalam bentuk karya yang
mencerminkan keterampilan dan meningkatkan sikap positif. [http://gurupembaharu.com/home]
C.
Peran
Guru Dalam Membentuk Siswa Berkarakter
Di sekolah, guru perlu mengajarkan
pendidikan karakter karena beberapa alasan (www.inspiredteacher.net/2011):
Pertama, siswa tidak selalu mendapatkan pendidikan
karakter di rumah. Sebenarnya pendidikan karakter merupakan tugas orang tua,
karena karakter pertama kali diajarkan dalam lingkungan keluarga. Orang tua
yang ingin anaknya memiliki karakter yang baik dan kuat harus bersedia
menyediakan waktu, energi, pikiran, dan materi untuk mewujudkannya. Namun,
orang tua kadang sibuk bekerja dan tidak berkesempatan menghabiskan waktu
bersama anak. Selain itu, anak yang bersekolah sampai sore dan memiliki
kegiatan sesudah pulang sekolah, membuat mereka menghabiskan lebih banyak waktu
dengan guru daripada dengan orang tua.
Kedua, pendidikan karakter membangun hubungan baik.
Ketika siswa berinteraksi dengan teman sebaya dan guru, hubungan yang baik
terjalin diantara mereka di ruang kelas. Hubungan ini tidak hanya sangat
bermanfaat baik secara social mapun personal, namun juga meningkatkan manajemen
ruang kelas.
Ketiga, pendidikan karakter menciptakan lingkungan
sekolah yang positif. Dalam pembelajaran di kelas, kegiatan diskusi dan
kegiatan lain membuat sekolah menjadi memiliki atmosfer positif. Siswa
berinteraksi dengan teman sebaya, dan hubungan siswa-guru semakin menguat. Pendidikan
karakter memungkinkan guru
untuk
berbagi pengalaman hidup.
Keempat, pendidikan karakter itu mudah dilakukan.
Pendidikan karakter tidak harus menghabiskan waktu beberapa jam di kelas.
Namun, dapat dilakukan selama 5 menit di awal pembelajaran untuk mendiskusikan
hal-hal menarik dan mutakhir.
Kelima, pendidikan karakter dapat mengubah dunia.
Siswa sekolah dasar akan menjadi orang dewasa di masa depan. Mereka akan
membentuk masyarakat. Memang penting bagi mereka untuk menjadi lulusan yang
berpendidikan tinggi, namun yang lebih penting lagi adalah nilai bahwa mereka
akan menjadi warga Negara yang hidup di dunia dalam keramahan, saling
menghormati, bekerjasama dengan orang lain.
Ratna Megawangi (2008) mengungkapkan bahwa guru atau
pendidik:
1) perlu
menerapkan metode pembelajaran yang melibatkan partisipatif aktif siswa,
2) perlu
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,
3) perlu
memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan
dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the
good, dan
4) perlu
memperhatikan keunikan siswa masing-masing dalam menggunakan metode
pembelajaran, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan 9 aspek kecerdasan
manusia.
Agustian (2007) menambahkan bahwa guru/pendidik
perlu melatih dan membentuk karakter siswa melalui pengulangan-pengulangan
sehingga terjadi internalisasi karakter, misalnya mengajak siswanya melakukan
shalat secara konsisten.
Pakar pendidikan lain mengungkapkan bahwa guru juga
berperan sebagai:
1. Pendidik.
Guru adalah pendidik, yang menjadi panutan bagi siswa. Oleh karena itu, guru
harus memiliki standarkualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab,
wibawa dan disiplin.
2. Pengajar.
Guru membantu siswa untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, dan
memahamkan materi ajar. Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari
pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran menjadi fasilitator yang
bertugas memberikan kemudahan dalam
belajar.
3. Pembimbing.
Guru bertugas membimbing siswa agar mereka dapat melewati perkembangan emosi,
mental, kreativitas, moral, dan spiritual dengan baik, selain itu tentu saja
perkembangan fisiknya.
4. Pelatih.
Dalam proses pembelajaran, keterampilan intelektuan dan motorik perlu
dikembangkan, oleh karena itu guru bertindak sebagai pelatih pada siswanya.
Menurut Baedhowi dalam www.infodiknas.com , Guru profesional dapat
dilihat dari keterampilan mengajar (teaching skills) yang mereka miliki.
Keterampilan mengajar yang dimiliki guru dapat dilihat dari beberapa indikator antara
lain:
1.
Guru sebagai pembimbing dan fasilitator
yang mampu menumbuhkan self learning pada diri siswa;
2. Memiliki
interaksi yang tinggi dengan seluruh siswa di kelas;
3. Memberikan
contoh, pekerjaan yang menantang (challenging work) dengan tujuan yang
jelas (clear objectives);
4. Mengembangkan
pembelajaran berbasis kegiatan dan tujuan;
5. Melatih
siswa untuk bertanggung jawab terhadap pekerjaan mereka dan memiliki sense
of ownership dan mandiri dalam pembelajaran;
6. Mengembangkan
pembelajaran individu;
7. Melibatkan
siswa dalam pembelajaran maupun penyelesaian tugas – tugas melalui enquiry –
based learning, misalnya dengan memberikan pertanyaan yang baik dan
analitis;
8.
Menciptakan lingkungan pembelajaran yang
positif dan kondusif;
9.
Memberikan motivasi dan kebanggaan yang
tinggi;
Dengan
memiliki keterampilan tersebut, maka peran guru sangat penting dalam pembentukan karakter siswa yang kuat dan positif.
Guru juga memiliki peran yang sangat
vital dan fundamental dalam membimbing, mengarahkan, dan mendidik siswa dalam
proses pembelajaran (Davies dan Ellison, 1992 dalam www.infodiknas.com). Karena peran mereka yang sangat penting itu, keberadaan
guru bahkan tak tergantikan oleh siapapun atau apapun sekalipun dengan
teknologi canggih. Alat dan media pendidikan, sarana prasarana, multimedia dan
teknologi hanyalah media atau alat yang hanya digunakan sebagai teachers’
companion (sahabat – mitra guru).
Guru dapat mengembangkan karakter siswa
dengan membuat kondisi yang
nyaman dan menyenangkan bagi siswa untuk belajar sehingga karakter
dapat terbangun melalui kegiatan pembelajaran. Guru memberi bimbingan,
pemahaman, dan pengaruh. Siswa dapat menimati proses pembelajaran dengan senang
hati.
Guru perlu mengembangkan nilai-nilai karakter,
seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat
terhadap diri dan orang lain, serta ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan
kegigihan, sehingga guru memiliki karakter yang baik. Oleh karena itu, ketika
guru harus membentuk siswa agar berkarakter kuat, guru itu sendiri sudah
memilikinya, sehingga siswa dapat meneladani perilaku, sikap, dan etika guru
yang dapat diamati dan dilihat siswa dalam kehidupan sehari-hari. Guru yang
berkarakter adalah guru yang memiliki nilai dan keyakinan yang dilandasi
hakikat dan tujuan pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam
menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Oleh karena itu, guru yang berkarakter
kuat memiliki kemampuan mengajar, dan juga dapat menjadi teladan bagi siswanya.
Jadi dalam membentuk siswa yang berkarakter kuat dan positif, guru haruslah
memiliki karakter yang kuat pula.
D.
Peran
Strategis Guru Profesional Dalam Membangun Karakter Bangsa
Sebagai pekerjaan profesional, guru memiliki ragam
tugas, baik yang terkait dengan tugas kedinasan maupun di luar dinas, dalam
bentuk pengabdian. Jika dikelompokan, terdapat tiga jenis tugas guru, yakni
tugas dalam bentuk profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang
kemasyarakatan. Guru merupakan profesi yang memerlukan keahilian khusus sebagai
guru. Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar
bidang kependidikan, walaupun kenyataanya tidak sedikit dilakukan oleh orang
diluar kependidikan, sehingga oleh karenanya jenis profesi ini paling mudah
terkena pencemaran.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik,
mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai
hidup serta mengembangkan karakter individu. Mengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti
mengembangkan keterampilan-keterampilan pada individu yang menjadi peserta
didik. Adapun tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat
menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati
sehingga menjadi idola para peserta didiknya. Pelajaran apa pun yang diberikan,
hendaknya dapat menjadi motivasi bagi peserta didiknya dalam belajar. Bila
dalam penampilanya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak
akan dapat menanamkan benih pengajaranya itu kepada para peserta didiknya,
mereka akan enggan menghadapi guru yang tidak menarik.
Guru pada hakikatnya merupakan komponen strategis
yang memiliki peran penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Bahkan
keberadaan guru merupakan faktor condisio sine quanon yang tidak mungkin
digantikan oleh komponen manapun dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih
pada era kontemporer ini. Keberadaan guru bagi suatu bangsa sangatlah penting,
terlebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan perjalanan
zaman dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian mutakhir dan mendorong
perubahan di segala ranah kehidupan, termasuk perubahan tata nilai yang menjadi
pondasi karakter bangsa.
Hipotesisnya adalah semakin optimal guru
melaksanakan fungsinya, maka semakin terjamin dan terbinanya kesiapan dan
keandalan seseorang sebagai manusia yang diandalkan dalam pembangunan bangsa.
Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa di masa depan tercermin dari
potret diri para guru masa kini, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa
berbanding lurus dengan citra para guru di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya,
berdasarkan UU No 14 tahun 2005 pasal 20, maka guru berkewajiban untuk:
a.
Merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran
b.
Meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetauan, teknologi dan seni
c.
Bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,suku, ras dan
kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran
d.
Menjungjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika
e.
Memelihara dan memupuk persatuan dan
kesatuan bangsa
Sedangkan peranan dan kompetensi guru dalam proses
belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams
& Decey dalam Basic Principles of Student Teaching, antara
lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan,
partisipan, ekspeditor, perencana, superpisor, motivator, dan konselor.
E.
Pentingnya
Karakter
Karakter menjadi hal penting dalam kehidupan
seseorang, karena karakter menjadi salah satu penentu kesuksesan seseorang.
Oleh karena itu, karakter yang kuat dan positif perlu dibentuk dengan baik.
Menurut Slamet Imam Santoso (1981: 33), tujuan tiap pendidikan yang murni
adalah menyusun harga diri yang kukuh, kuat dalam jiwa pelajar, supaya kelak
mereka dapat bertahan dalam masyarakat. Diungkapkan juga bahwa pendidikan
bertugas mengembangkan potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas
kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, tahu
kemampuan dan batas kemampuannya, serta mempunyai kehormatan diri. Tambahan
lagi, Furqon (2010: 18) mengatakan bahwa pendidikan tak cukup hanya untuk
membuat anak pandai, tetapi juga harus mampu menciptakan nilai-nilai luhur atau
karakter.
Menurut beberapa penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat, karakter seseorang mempengaruhi kesuksesan
seseorang. Penelitian di Harvard University Amerika Serikat (http://akhmadsudrajat.Wordpress.com/…/pendidikan
karakterdi- smp/), mengungkapkan bahwa
ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan
mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan
bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia
bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada
hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter
peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Sementara itu Ratna Megawangi
(2007) dalam bukunya Semua Berakar Pada Karakter mencontohkan bagaimana
kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an.
Buliten Character Educator yang
diterbitkan oleh Character Education Partnership (http://pondokibu.com/parenting/pendidikan-psikologi
anak/dampakpendidikan-karakter-terhadap-akademi-anak/)
menguraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of
Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi
siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang
menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif
terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada
perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).
Sejalan dengan hal di atas, menurut Thomas Lickona tanpa ketiga aspek
ini pendidikan karakter tidak akan efektif dan pelaksanaannya pun harus
dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi
cerdas emosinya.
Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting
dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang
akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan termasuk tantangan
untuk berhasil secara akademis. Sebuah buku berjudul Emotional Intelligence
and School Success karangan Joseph Zins (2001) (dalam http://pondokibu.com/
parenting/
pendidikan-psikologi-anak/dampak-pendidikan-karakter-terhadap-akademianak/) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang
pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dalam
buku itu dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan
anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak
pada kecerdasan otak tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan
bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan
kemampuan berkomunikasi.
Daniel Goleman (dikutip
dalam http://pondokibu.com/parenting/
pendidikan psikologi-anak/dampak-pendidikan-karakter-terhadap-akademi-anak/) menjelaskan
bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan hanya 20 persen
ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).
Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan
tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak
yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia prasekolah dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai
usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang
berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi
akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks
bebas, dan sebagainya. Selain itu Daniel
Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya. Entah karena
kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek
kognitif anak. Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah
di dalam keluarga. Apabila seorang anak mendapatkan pendidikan karakter
yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya.
Banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang
pendidikan karakter. Berdasarkan hal tersebut terbukti bahwa pentingnya
pendidikan karakter, baik di rumah ataupun di pendidikan formal.
Sementara itu, UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
menyatakan bahwa Pendidikan Nasional Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karakter merupakan kualitas atau kekuatan mental,
moral, perilaku, sikap, dan kepribadian seseorang. Karakter merupakan kunci
kesuksesan dalam kehidupan seseoran di masa depan.
Pendidikan karakter membentuk pribadi cerdas dan
berkarakter kuat. Pendidikan karakter dapat diterapkan pada setiap mata
pelajaran. Ada 9 pilar karakter yang perlu dikembangkan agar siswa menjadi
manusia berkarakter. Guru perlu mengembangkan nilai-nilai karakter dalam
dirinya dan memilik peran penting dalam pembentukan karakter siswa. Guru perlu
memiliki karakter yang kuat dan positif untuk dapat membentuk siswa yang
berkarakter. Mereka tidak hanya menjadi pendidik dan pengajar bagi siswa, namun
mereka mampu menjadi teladan bagi siswa.
B.
Saran
Untuk para guru di seluruh Tanah Air mengingat
betapa startegisnya peran serta guru dalam upaya membangun karakter bangsa,
maka pembinaan profesionalisme guru yang terfokus kepada empat kompetensi utama
yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi professional harus dilandasi oleh konsepsi dan pendekatan-pendekatan
dalam pendidikan nilai. Sehingga guru mampu menjadi model terbaik, dan tampil
sebagai pribadi yang utuh/kaffah ditengah-tengah upayanya dalam melaksanakn
tugas-tugas formal keguruan.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustian, Ari Ginanjar. (2007). Rahasia Sukses Membangun
Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta: Arga.
Baedhowi. (2012). Pendidikan
Masa Depan dan Kiat Menjadi Guru Profesional. (Online). (www.infodiknas.com/tantangan, diakses tanggal 18 Oktober 2013).
Davies dan Ellison. (1992). Planning Matters: The Impact of Development Planning in
Primary Schools. London: Barbara MacGilchrist.
Hidayatullah, Furqan. (2010). Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Hornby, A.S. dan Parnwell, E.C. (1972). Learner’s Dictionary. Kuala Lumpur: Oxford University Press.
Khan, Yahya. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri.
Yogyakarta: Pelangi Publising.
Megawangi, Ratna. (2008). Pelopor
Pendidikan Holistik Berbasis Karakter. (Online). (http://www.langitperempuan.com/2008/02 /ratna-megawangi-pelopor pendidikan-holistik-berbasis-karakter/, diakses
tanggal 18 Oktober 2013).
Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak
Sejak dari Rumah. Yogyakarta:
Pedagogia (PT. Pustaka Insan Madani).
Santoso, Slamet Imam. (1981). Pembinaan
Watak Tugas Utama Pendidikan. Jakarta. Universitas Indonesia Press.
UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
UU No 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional