Jumat, 13 Juni 2014

Makalah Media Pembelajaran

MAKALAH
STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
“MEDIA PEMBELAJARAN”

DOSEN PENGAMPU :
         1.      Dra. HARATUA T.M.S, MPd
         2.      IKA SARI FITRIANA, MPd


DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4
                  1.      ARDI WIRANATA              ( F15112025 )
                  2.      AYU NOVANTY                  ( F15112021 )
                  3.      DINA APRIANA                  ( F15112020 )
                  4.      EDY NURMANSYAH         ( F15112035 )


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014


MEDIA PEMBELAJARAN


A.      Pengertian Media Pembelajaran
Secara tradisional, pada umumnya memberi pelajaran dilaksanakan dengan berbicara dan menjelaskan melalui kata-kata. Namun penggunaan kata-kata saja tidak terlalu cukup untuk dapat berkomunikasi secara efektif. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan (lambang-lambang) yang berarti, antara individu-individu. Jadi komunikasi efektif dapat terjadi apabila pengertian orang yang menerima pesan sama dengan yang dimaksudkan oleh pengirim pesan atau berita. Secara umum, apa yang disampaikan itu disebut pesan, yang menyampaikan disebut komunikator, dan yang menerima pesan disebut komunikan. Medium atau kata jamaknya media berasal dari kata latin, yang berarti di tengah atau alat atau perantara. Jadi di sini berarti “suatu yang bertindak sebagai alat untuk melaksanakan komunikasi” (Wartono, 2003: 71).
Daryanto (2013: 32) media merupakan sarana atau alat terjadinya proses belajar mengajar. Media instruksional adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk memberikan rangksangan, sehingga terjadi interaksi belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional. Menurut Zainal Aqib (2013: 50) menyatakan “media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada si pembelajar (siswa)”. Makna media pembelajaran lebih luas adalah alat peraga, alat bantu mengajar, dan media audio visual.

B.       Peranan dan Pemilihan Media dalam Proses Belajar Mengajar
Seorang perlu mengetahui bahwa murid-murid belajar dengan cara yang berbeda-beda dan dengan kecepatan yang berbeda pula. Untuk itu diperlukan keahlian guru dalam memilih media yang sesuai dengan topik yang dibahas, perkembangan kognitif, bidang pengalaman dan latar belakang pengetahuan murid. Menurut Wartono (2003: 72) menyebutkan bahwa pemilihan media dalam proses belajar mengajar tergantung pada; 1) Karakteristik murid; 2) materi pelajaran; 3) tujuan; 4) karakteristik murid; 5) fasilitas pendukung; 6) kemampuan; 7) guru.
Menurut Daryanto (2013: 32) menyebutkan bahwa peranan media pembelajaran yaitu:
1)      Menghindari terjadinya verbalisme.
2)      Membangkitkan minat/motivasi.
3)      Menarik perhatian peserta.
4)      Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan ukuran.
5)      Mengaktifkan peserta dalam kegiatan belajar.
6)      Mengefektifkan pemberian rangsangan untuk belajar.
7)      Menambahkan pengertian nyata suatu informasi.
Dibawah ini diberikan gambar yang menunjukkan bahwa dalam proses belajar diperlukan adanya persamaan kerangka acuan (frame of reference) antara yang mengajar (guru) dengan belajar (murid).
 





Gambar. Kerangka Acuan antara Guru dan Murid
Keterangan: A: bidang pengalaman dan latar belakang pengetahuan guru
 B: bidang pengalaman dan pengetahuan murid
 C: kesamaan kerangka acuan (frame of refernce) guru dan murid
 D: pesan yang dikomunikasikan/materi pelajaran yang disampaikan
Bila di sekolah tersedia lebih dari satu media yang cocok, perlu dipilih yang sederhana dan mudah ditangani. Betapapun baiknya atau pentingnya materi pelajaran yang akan disampaikan pada murid, namun tingkat pengetahuan muridnya masih terlalu rendah, bahan yang dibahas itu tidak atau sukar dapat dimengerti. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa pengetahuan yang diperlukan untuk dapat memahami materi tersebut belum dimiliki. Agar suatu  media dapat berperan sesuai dengan yang diharapkan, perlu diadakan pemilihan sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi pada saat itu (Wartono: 2003: 72-74).
Menurut Daryanto ( 2013: 35) mengemukakan pemilihan media antara lain a) sesuai dengan tujuan instruksional yang akan dicapai, b) sesuai dengan tingkat peserta didik, c) ketersediaan bahan, d) biaya pengadaan, e) kualitas/mutu teknik.
Sedangkan menurut Zainal Aqib ( 2013: 53) mengemukakan pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yaitu: 1) kompetensi pembelajaran, 2) karakteristik sasaran didik, 3) karakterstik media yang bersangkutan, 4) waktu yang tersedia, 5) biaya yang diperlukan, 6) ketersediaan fasilitas/peralatan, 7) konteks penggunaan, 8) mutu teknis media.
Pendapat lain mengungkapkan bahwa kriteria pemilihan media dilakukan atas dasar hal-hal yang telah disebutkan simuka sebagai berikut:
1)      Tujuan yang ingin dicapai; terdiri dari tujuan kognitif, tujuan afektif, dan tujuan psikomotor.
2)      Materi pembelajaran; artinya menampilkan atau menunjukkan suatu objek untuk dapat memilih media apakah yang akan digunakan untuk meningkatkan efektivitas proses belajar.
3)      Karakteristik siswa; artinya pengetahuan apakah yang telah dimiliki para siswa yang dapat membantu memahami konsep lain yang telah diberikan, tingkat kesiapan siswa dan pengalaman belajar.
4)      Fasilitas pendukung; artinya tiap sekolah mempunyai fasilitas yang berbeda untuk dapat mendukung penggunaan media tertentu dan harus disesuaikan dengan fasilitas pendukung yang ada.
5)      Kemampuan guru; artinya kreativitas dan keterampilan guru daam membuat media perlu dikembangkan.
6)      Biaya; artinya dalam pemilihan media kita tidak dapat lepas dari kebutuhan biaya, karena itu dari berbagai jenis media yang akan diperkenalkan nanti, perlu dipilih media yang dapat dibuat dengan murah.
7)      Karakteristik media; artinya media akan dibicarakan dalam uraian mendatang bersamaan dengan uraian macam-macam media pendidikan, sehingga dengan demikian kita dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan suatu media
(Wartono, 2003: 74-78).

C.      Jenis- Jenis Media Pembelajaran
Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka media pembelajaran pun mengalami perkembangan melalui pemanfaatan teknologi itu sendiri, salah satunya teknologi elektronik. Berdasarkan teknologi elektronik tersebut, Zainal Aqib ( 2013: 60) mengklasifikasikan media atas tiga kelompok yaitu: 1) Internet sebagai media pembelajaran, 2) Pembelajaran berbasis Website, 3) Pembelajaran berbantuan komputer.
Menurut Wartono (2003 : 78-87) membagi media kedalam empat kelompok besar yaitu: media pendidikan tanpa proyeksi, media dengar (media audio),  media yang diproyeksikan, dan media pandang dengar (media audio visual).
1.        Media pendiikan tanpa proyeksi
a.       Pilihan media dua dimensi
1)      Bagan; terdiri dari bagan pohon, bagan organisasi atau flow chart, dan bagan tabular atau tabel.
2)      Diagram artinya suatu gambar yang disederhanakan terutama terdiri atas garis dan simbol.
3)      Grafik artinya suatu penyajian data terdiri atas grafik garis, grafik batang, grafik batang, grafik lingkaran, dan grafik gambar.
4)      Poster artinya kombinasi antara desain warna dan pesan yang dimaksudkan untuk menarik perhatian orang lewat.
5)      Beberapa jenis papan, yaitu papan tulis, papan buletin, papan magnetik, dan papan flanel.
6)      Lembaran balik (Flipchart) artinya suatu media yagn terdiri atas beberapa lembaran kertas yang berisi pokok-pokok bahasan yang dibicarakan.
b.      Pilihan media tiga dimensi
1)      Model artinya sebagai tiruan bentuk dimensional dari benda aslinya dimana ukurannya dapat dibuat sama, lebih kecil atau lebih besar daripada ukurannya sebagai bahan pembuat model yang terdiri dari model utuh (solid model), model irisan (x-ray model), model susunan (built up model), dan model kerja (working model).
2)      Benda asli
3)      Diorama artinya suatu kotak yang berisi tiga yang didalamnya dibuat seperti keadaan sebenarnya.

2.      Media Dengar (media audio)
Media yang digolongkan oleh indera pendengaran kita melalui radio dan record player atau cassete recorde.

3.      Media yang diproyeksikan  (media pandang)
Media yang terdiri atas filmstrip, slide, media pantul, dan media transparasi.

4.      Media Pandang dengar (media audio visual)
Suatu media yang merupakan perluasan dari media pandang dalam bahwa slide dapaat disinkronkan dengan suara dari tape recorder untuk keperluan belajar individual slide viewer dapat dipasang diatas, tape recorder.
Sedangkan menurut Daryanto ( 2013: 32) menyatakan jenis media terdiri dari empat macam yaitu: 1) Papan tulis/white board dan flip chart, 2) Gambar, foto, dan walchart, 3) Radio dan tape recorder, 4) Televisi, film, video, VCD, dan DVD, 5) Model, globe, dan benda nyata, 6) OHP, LCD, dan komputer.

D.      Prinsip Penggunaan Media Pembelajaran
Menurut  Zainal Aqib (2013: 53) menyatakan bahwa prinsip penggunaan media pembelajaran sebagai berikut: (a) setiap media memiliki kelebihan dan kekurangan, (b) gunakan media seperlunya, jangan berlebihan, c) penggunaan media mampu mengaktifkan pelajar, (d) pemanfaatan media harus terencana dalam program pembelajaran, (e) hindari penggunaan media yang hanya sekedar mengisi waktu (f) perlu persiapan yang cukup sebelum menggunakan media.
Sedangkan menurut Daryanto (2013: 35) menyatakan bahwa prinsip penggunaan media yaitu: (a) media berfungsi sebagai alat belajar, (b) hendaknya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai,(c) hendaknya mengenal/menguasai dengan baik alat media yang digunakan. (d) jangan menggunakan media hanya sekedar sebagai selingan, (e) tidak satu pun alat bantu yang baik untuk semua tujuan karena tergantung dengan situasi dan kondisi.

E.       Manfaat Umum Media Pembelajaran
Menurut Zainal Aqib (2013: 51) mengemukakan bahwa manfaat media pembelajaran terdiri dari: (1) menyeragamkan penyampaian materi, (2) pembelejaran lebih jelas dan menarik, (3) proses pembelajaran lebih interaksi, (4) efisiensi waktu dan tenaga, (5) meningkatkan kualitas hasil belajar, (6) belajar dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, (7) menumbuhkan sikap positif belajar terhadap proses dan materi belajar, (8) meningkatkan peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.


DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. (2013). Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran  Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya.
Daryanto. (2013). Strategi dan Tahapan Mengajar. Bandung: Yrama Widya.

Wartono. (2003). Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang: Universitas Negeri Malang.

Fenomena Halo Matahari

TUGAS
GELOMBANG OPTIK
“HALO MATAHARI ”

DOSEN PENGAMPU :
          1.      DR. H. TOMO DJUDIN
          2.      HAMDANI, M. Pd.


OLEH
ARDI WIRANATA
NIM F15112025

       


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014



Halo Matahari

Dalam ilmu Fisika, sebuah fenomena alam terkait sumber cahaya dan energi tata surya yang terkadang kita melihat lingkaran disekitar matahari. Peristiwa ini biasa terjadi saat cuaca dingin. Fenomena alam ini adalah Halo matahari.
(Sumber: Pakar Astronomi Sdr Shahrin Ahmad)
Dikutip dalam  Wikipedia, Halo (ἅλως; disebut juga nimbus, icebow, atau Gloriole) adalah fenomena optis berupa lingkaran cahaya disekitar matahari dan bulan ataupun pada sumber cahaya lain seperti lampu penerangan jalan. Ada berbagai macam fenomena Halo matahari, tetapi umumnya Halo muncul disebabkan oleh kristal es pada awan cirrus yang dingin yang berada 5-10 km atau 3-6 mil di lapisan atas troposfer. Fenomena ini bergantung pada bentuk dan arah kristal es, cahaya matahari direfleksikan dan dibiaskan oleh permukaan es yang berbentuk batang atau prisma sehingga sinar matahari menjadi terpecah kedalam beberapa warna karena efek dispersi udara dan dipantulkan ke arah tertentu, sama seperti pada pelangi.
Sementara halo terbentuk ketika cahaya menerpa kristal-kristal es atmosfer. Kristal es itu kemudian membelokkan dan memfokuskan cahaya hingga membentuk lingkaran. Adapun kristal yang dapat membentuk halo memiliki enam sisi atau disebut kristal heksagonal. Kristal-kristal juga memantulkan cahaya dengan cara lain sehingga menghasilkan banyak kejadian menakjubkan. Di antaranya parhelion atau matahari semu yang berupa bayangan ganda, busur, dan tugu matahari (Suartini,2007: 43-44).
Menurut Prof. Thomas Djamaluddin dari Lembaga Penerbangan dan Antariska Nasional (LAPAN) dalam Okezone.com mengatakan bahwa, fenomena halo adalah ketika terjadi pembiasan cahaya matahari oleh kristal es di awan langit. Hampir mirip dengan fenomena pelangi. Kalau pelangi terjadi karena pembiasan sinar matahari oleh air hujan yang ada di awan. Maka halo terjadi karena pembiasan sinar matahari oleh kristal es yang ada di awan.
(Sumber: NASA SCIENCE).
Dikutip dalam situs NASA, pada umumnya Halo melibatkan putaran radius 220 Halo dan sundogs (Parhelia). Dalam gambar diatas, menunjukkan matahari dikelilingi oleh 220 Halo dan dilambungi (sisi) oleh sundogs. Parhelic circle adalah  biasan cahaya kristal yang melepasi sundogs dan mengelilinginya. Kadangkala ia melapisi keseluruhan ruang langit dalam latitut yang sama dengan matahari. Pembinaan tangen ketinggian dan rendah (Upper Tangent and Lower Tangen arc) menyentuh secara terus dengan 220 Halo sama ada di atas atau dibawah matahari. Pembuatan lengkungan (Circumzenithal arc) akan terjadi di atas kristal tersebut.
Menurut Fisikawan Untan Leo Sutrisno mengatakan, peristiwa matahari dikelilingi cincin pelangi di saat langit cerah tiada hujan itu disebut fenomena halo 220. Peristiwa ini terjadi apabila berkas cahaya matahari menembus lapisan awan Cirrus yang tipis. Awan Cirrus berada di sekitar 7.000 km dari permukaan laut. Pada posisi setinggi ini, uap air berubah menjadi kristal es. Kristal es berbentuk heksagonal (segi enam). Berkas cahaya matahari menembus kristal es yang berbentuk segi enam beraturan. Berkas itu oleh kristal es dibiaskan dengan sudut devisiasi sekitar 220. Berkas cahaya putih yang berasal dari matahari terdiri dari banyak warna yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu, Warna-warna inilah yang sering kita sebut pelangi (http://www.tni.mil.id ).



DAFTAR PUSTAKA

NASA. (2002). Rings Around The Sun. (Online). (http://science.nasa.gov/science-news/science-at-nasa/2002/24oct_sunrings/ , dikunjungi 22 mei 2014).
Suartini, Kinkin. (2007). Selimut Bumi Kita. Jakarta: Tropica.
Tentara Nasional Indonesia. (2010). Warga Lanud Supadio Saksikan Fenomena Halo. (Online). (http://www.tni.mil.id/view-20439-warga+lanud+supadio+saksikan+fenomena+halo.html, dikunjungi 22 mei 2014).
Taufiqurrakhman. (2011). Halo Hanya Fenomena Alam Lokal Biasa. (Online). (http://techno.okezone.com/read/2011/01/04/56/410216/lapan-halo-hanya-fenomena-alam-lokal-biasa, dikunjungi  22 mei 2014).

 http://id.wikipedia.org/wiki/Halo_(fenomena_optis) 

Minggu, 19 Januari 2014

Peran Guru Dalam Pengembangan Karakter Siswa

MAKALAH
PROFESI PENDIDIKAN
“Peran Guru Dalam Pengembangan Karakter Siswa


DISUSUN OLEH
Ardi Wiranata                                                 ( F15112025 )
Eska Putri Linawati Purba                  ( F15112014 )
Patrisia Gita                                        ( F15112019 )


DOSEN PENGAMPU
Prof. Dr. Aunurrahman
Drs. M. Nasrun, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2013






KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Penyusun tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas dan kewajiban kami sebagai mahasiswa yang lain dapat melakukan kegiatan seperti yang kami lakukan. Dalam tugas ini kami akan membahas mengenai “Peran Guru dalam Pengembangan Karakter Siswa”. Dengan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung kami terutama kepada dosen mata kuliah Profesi Pendidikan.
Tiada gading yang tak retak, demikian pepatah mengatakan. Kami sadari tugas ini masih jauh kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga kami dapat memperbaiki kesalahan kami.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga tugas ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua.






Pontianak,   Oktober 2013


Penulis,



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ............................................................................    i
DAFTAR ISI ..........................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .............................................................................      1
B.     Rumusan Masalah ........................................................................      1
C.     Tujuan ..........................................................................................     2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Definisi Pendidikan Karakter .......................................................     3
B.     Pembentukan Karakter .................................................................     5
C.     Peran Guru Dalam Membentuk Karakter ....................................      7
D.    Peran Strategis Guru Profesional Dalam Membangun Karakter
Bangsa..................................................................................  ......      10
E.     Pentingnya Karakter ...................................................................       12
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan .................................................................................       15
B.     Saran ...........................................................................................       15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................     16




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan SDM yang berkualitas dan berkarakter. Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 3 yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pembentukan karakter siswa tidak sematamata menjadi tugas guru atau sekolah, melainkan juga keluarga dan masyarakat. Siswa menghabiskan waktu dan beraktivitas tidak hanya di sekolah, namun juga di rumah dan di masyarakat sebagai warga Negara Indonesia dan dunia. Namun, pada pendidikan formal di sekolah, guru merupakan orang yang memiliki peran sangat penting dalam pembentukan karakter siswa. Nilai-nilai karakter antara lain meliputi keberanian, kejujuran, hormat pada orang lain, disiplin. Siswa yang berkarakter akan dapat meningkatkan derajat dan martabat bangsa.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan karakter dan pendidikan karakter?
2.      Bagaimana cara penerapan dalam pembentukan karakter peserta didik?
3.      Mengapa karakter penting untuk peserta didik?
4.    Bagaimana peranan guru yang strategis untuk menentukan karakter bangsa sebagai pondasi jati diri bangsa yang bermatabat?

C.      Tujuan
1.      Mengetahui  tentang pendidikan karakter
2.      Mengetahui peranan guru dalam pembentukan karakter peserta didik
3.      Mengetahui bagaimana pentingnya pendidikan karakter pada peserta didik
4.      Menjelaskan peran guru yang strategis dalam membentuk karakter.


5.       
BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengetian Pendidikan Karakter
Karakter, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “karasso”, berarti ‘cetak biru’,‘format dasar’, ‘sidik’ seperti misalnya dalam sidik jari. ( http:// karakterbangkit.blogspot.com/2009/12/apa-itu-karakter.html.). Menurut Hornby dan Parnwell (1972:49), karakter secara harafiah berarti “kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Sedangkan menurut M. Furqon Hidayatullah (2010:13), karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong atau penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain. Seseorang dapat dikatakan berkarakter ketika orang tersebut telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendakimasyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Menurut kamus bahasa Indonesia Purwadarminto, karakter diartikan sebuah tabiat, watak, sifat–sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari orang lain. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Karakter merupakan sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.
Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak hanya membentuk siswa menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka menjadi pelaku bagi perubahan dalam hidupnya sendiri, yang akhirnya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih, adil, baik dan manusiawi. [www.pendidikankarakter.org]
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan siswa didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.

B.       Pembentukan Karakter

Membentuk karakter tidak bisa dilakukan dalam sekejap dengan memberikan nasihat, perintah, atau instruksi, namun lebih dari hal tersebut. Pembentukan karakter memerlukan teladan/role model, kesabaran, pembiasaan, dan pengulangan. Dengan demikian, proses pendidikan karakter merupakan proses pendidikan yang dialami oleh siswa sebagai bentuk pengalaman pembentukan kepribadian melalui mengalami sendiri nilai-nilai kehidupan, agama, dan moral.
Menurut Ratna Megawangi, pendiri Indonesia Heritage Foundation, ada tiga tahap pembentukan karakter, yakni:
1.      MORAL KNOWING : Memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik.
2.      MORAL FEELING : Membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya.
3.      MORAL ACTION : Bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior.
Dengan melalui tiga tahap tersebut, proses pembentukan karakter akan menjadi lebih mengena dan siswa akan berbuat baik karena dorongan internal dari dalam dirinya sendiri.
Ratna Megawangi mengungkapkan ada 9 pilar karakter yang harus ditumbuhkan dalam diri siswa:
1.      Cinta pada Allah SWT, dengan segenap ciptaanNya
2.      Kemandirian dan tanggung jawab
3.      Kejujuran, bijaksana
4.      Hormat, santun
5.      Dermawan, suka menolong, gotong royong
6.      Percaya diri, kreatif, bekerja keras
7.      Kepemimpinan, keadilan
8.      Baik hati, rendah hati
9.      Toleransi, Kedamaian, kesatuan

Kesembilan pilar karakter perlu diajarkan dengan menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang selalu bekerja membuat orang mau selalu berbuat sesuatu kebaikan. Orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan acting the good berubah menjadi kebiasaan. (Ratna Megawangi, Pelopor Pendidikan Holstik berbasis Karakter dalam Langit Perempuan).
Dalam kegiatan proses pembelajaran, membentuk siswa berkarakter dapat dimulai dari pembuatan perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP). Karakter yang akan dikembangkan dapat ditulis secara eksplisit pada RPP. Dengan demikian, dalam setiap kegiatan pembelajaran guru perlu menetapkan karakter yang akan dikembangkan sesuai dengan materi, metode, dan strategi pembelajaran. Ketika guru ingin menguatkan karakter kerjasama, disiplin waktu, keberanian, dan percaya diri, maka guru perlu memberikan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran sehari-hari. Guru perlu menyadari bahwa guru harus memberikan banyak perhatian pada karakter yang ingin dikembangkan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Seperti kita ketahui bahwa belajar tidak hanya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan saja, namun juga dapat menerapkan ilmu pengetahuan dalam bentuk karya yang mencerminkan keterampilan dan meningkatkan sikap positif. [http://gurupembaharu.com/home]


C.      Peran Guru Dalam Membentuk Siswa Berkarakter

Di sekolah, guru perlu mengajarkan pendidikan karakter karena beberapa alasan (www.inspiredteacher.net/2011):
Pertama, siswa tidak selalu mendapatkan pendidikan karakter di rumah. Sebenarnya pendidikan karakter merupakan tugas orang tua, karena karakter pertama kali diajarkan dalam lingkungan keluarga. Orang tua yang ingin anaknya memiliki karakter yang baik dan kuat harus bersedia menyediakan waktu, energi, pikiran, dan materi untuk mewujudkannya. Namun, orang tua kadang sibuk bekerja dan tidak berkesempatan menghabiskan waktu bersama anak. Selain itu, anak yang bersekolah sampai sore dan memiliki kegiatan sesudah pulang sekolah, membuat mereka menghabiskan lebih banyak waktu dengan guru daripada dengan orang tua.
Kedua, pendidikan karakter membangun hubungan baik. Ketika siswa berinteraksi dengan teman sebaya dan guru, hubungan yang baik terjalin diantara mereka di ruang kelas. Hubungan ini tidak hanya sangat bermanfaat baik secara social mapun personal, namun juga meningkatkan manajemen ruang kelas.
Ketiga, pendidikan karakter menciptakan lingkungan sekolah yang positif. Dalam pembelajaran di kelas, kegiatan diskusi dan kegiatan lain membuat sekolah menjadi memiliki atmosfer positif. Siswa berinteraksi dengan teman sebaya, dan hubungan siswa-guru semakin menguat. Pendidikan karakter memungkinkan guru
untuk berbagi pengalaman hidup.
Keempat, pendidikan karakter itu mudah dilakukan. Pendidikan karakter tidak harus menghabiskan waktu beberapa jam di kelas. Namun, dapat dilakukan selama 5 menit di awal pembelajaran untuk mendiskusikan hal-hal menarik dan mutakhir.
Kelima, pendidikan karakter dapat mengubah dunia. Siswa sekolah dasar akan menjadi orang dewasa di masa depan. Mereka akan membentuk masyarakat. Memang penting bagi mereka untuk menjadi lulusan yang berpendidikan tinggi, namun yang lebih penting lagi adalah nilai bahwa mereka akan menjadi warga Negara yang hidup di dunia dalam keramahan, saling menghormati, bekerjasama dengan orang lain.
Ratna Megawangi (2008) mengungkapkan bahwa guru atau pendidik:
1)      perlu menerapkan metode pembelajaran yang melibatkan partisipatif aktif siswa,
2)      perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,
3)      perlu memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the good, dan
4)      perlu memperhatikan keunikan siswa masing-masing dalam menggunakan metode pembelajaran, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan 9 aspek kecerdasan manusia.
Agustian (2007) menambahkan bahwa guru/pendidik perlu melatih dan membentuk karakter siswa melalui pengulangan-pengulangan sehingga terjadi internalisasi karakter, misalnya mengajak siswanya melakukan shalat secara konsisten.
Pakar pendidikan lain mengungkapkan bahwa guru juga berperan sebagai:
1.      Pendidik. Guru adalah pendidik, yang menjadi panutan bagi siswa. Oleh karena itu, guru harus memiliki standarkualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa dan disiplin.
2.      Pengajar. Guru membantu siswa untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, dan memahamkan materi ajar. Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan dalam
belajar.
3.      Pembimbing. Guru bertugas membimbing siswa agar mereka dapat melewati perkembangan emosi, mental, kreativitas, moral, dan spiritual dengan baik, selain itu tentu saja perkembangan fisiknya.
4.      Pelatih. Dalam proses pembelajaran, keterampilan intelektuan dan motorik perlu dikembangkan, oleh karena itu guru bertindak sebagai pelatih pada siswanya.
Menurut Baedhowi dalam www.infodiknas.com , Guru profesional dapat dilihat dari keterampilan mengajar (teaching skills) yang mereka miliki. Keterampilan mengajar yang dimiliki guru dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain:
1.      Guru sebagai pembimbing dan fasilitator yang mampu menumbuhkan self learning pada diri siswa;
2.      Memiliki interaksi yang tinggi dengan seluruh siswa di kelas;
3.      Memberikan contoh, pekerjaan yang menantang (challenging work) dengan tujuan yang jelas (clear objectives);
4.      Mengembangkan pembelajaran berbasis kegiatan dan tujuan;
5.      Melatih siswa untuk bertanggung jawab terhadap pekerjaan mereka dan memiliki sense of ownership dan mandiri dalam pembelajaran;
6.      Mengembangkan pembelajaran individu;
7.      Melibatkan siswa dalam pembelajaran maupun penyelesaian tugas – tugas melalui enquiry – based learning, misalnya dengan memberikan pertanyaan yang baik dan analitis;
8.      Menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif dan kondusif;
9.      Memberikan motivasi dan kebanggaan yang tinggi;
Dengan memiliki keterampilan tersebut, maka peran guru sangat penting dalam pembentukan karakter siswa yang kuat dan positif.
Guru juga memiliki peran yang sangat vital dan fundamental dalam membimbing, mengarahkan, dan mendidik siswa dalam proses pembelajaran (Davies dan Ellison, 1992 dalam www.infodiknas.com). Karena peran mereka yang sangat penting itu, keberadaan guru bahkan tak tergantikan oleh siapapun atau apapun sekalipun dengan teknologi canggih. Alat dan media pendidikan, sarana prasarana, multimedia dan teknologi hanyalah media atau alat yang hanya digunakan sebagai teachers’ companion (sahabat – mitra guru).
Guru dapat mengembangkan karakter siswa dengan membuat kondisi yang
nyaman dan menyenangkan bagi siswa untuk belajar sehingga karakter dapat terbangun melalui kegiatan pembelajaran. Guru memberi bimbingan, pemahaman, dan pengaruh. Siswa dapat menimati proses pembelajaran dengan senang hati.
Guru perlu mengembangkan nilai-nilai karakter, seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain, serta ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan, sehingga guru memiliki karakter yang baik. Oleh karena itu, ketika guru harus membentuk siswa agar berkarakter kuat, guru itu sendiri sudah memilikinya, sehingga siswa dapat meneladani perilaku, sikap, dan etika guru yang dapat diamati dan dilihat siswa dalam kehidupan sehari-hari. Guru yang berkarakter adalah guru yang memiliki nilai dan keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Oleh karena itu, guru yang berkarakter kuat memiliki kemampuan mengajar, dan juga dapat menjadi teladan bagi siswanya. Jadi dalam membentuk siswa yang berkarakter kuat dan positif, guru haruslah memiliki karakter yang kuat pula.

D.      Peran Strategis Guru Profesional Dalam Membangun Karakter Bangsa

Sebagai pekerjaan profesional, guru memiliki ragam tugas, baik yang terkait dengan tugas kedinasan maupun di luar dinas, dalam bentuk pengabdian. Jika dikelompokan, terdapat tiga jenis tugas guru, yakni tugas dalam bentuk profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang kemasyarakatan. Guru merupakan profesi yang memerlukan keahilian khusus sebagai guru. Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan, walaupun kenyataanya tidak sedikit dilakukan oleh orang diluar kependidikan, sehingga oleh karenanya jenis profesi ini paling mudah terkena pencemaran.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup serta mengembangkan karakter individu. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada individu yang menjadi peserta didik. Adapun tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga menjadi idola para peserta didiknya. Pelajaran apa pun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi peserta didiknya dalam belajar. Bila dalam penampilanya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajaranya itu kepada para peserta didiknya, mereka akan enggan menghadapi guru yang tidak menarik.
Guru pada hakikatnya merupakan komponen strategis yang memiliki peran penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan faktor condisio sine quanon yang tidak mungkin digantikan oleh komponen manapun dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih pada era kontemporer ini. Keberadaan guru bagi suatu bangsa sangatlah penting, terlebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan perjalanan zaman dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian mutakhir dan mendorong perubahan di segala ranah kehidupan, termasuk perubahan tata nilai yang menjadi pondasi karakter bangsa.
Hipotesisnya adalah semakin optimal guru melaksanakan fungsinya, maka semakin terjamin dan terbinanya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia yang diandalkan dalam pembangunan bangsa. Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa di masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra para guru di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, berdasarkan UU No 14 tahun 2005 pasal 20, maka guru berkewajiban untuk:
a.         Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran
b.        Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetauan, teknologi dan seni
c.         Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,suku, ras dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran
d.        Menjungjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika
e.         Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa
Sedangkan peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams & Decey dalam Basic Principles of Student Teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, superpisor, motivator, dan konselor.

E.       Pentingnya Karakter

Karakter menjadi hal penting dalam kehidupan seseorang, karena karakter menjadi salah satu penentu kesuksesan seseorang. Oleh karena itu, karakter yang kuat dan positif perlu dibentuk dengan baik. Menurut Slamet Imam Santoso (1981: 33), tujuan tiap pendidikan yang murni adalah menyusun harga diri yang kukuh, kuat dalam jiwa pelajar, supaya kelak mereka dapat bertahan dalam masyarakat. Diungkapkan juga bahwa pendidikan bertugas mengembangkan potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, tahu kemampuan dan batas kemampuannya, serta mempunyai kehormatan diri. Tambahan lagi, Furqon (2010: 18) mengatakan bahwa pendidikan tak cukup hanya untuk membuat anak pandai, tetapi juga harus mampu menciptakan nilai-nilai luhur atau karakter.
Menurut beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, karakter seseorang mempengaruhi kesuksesan seseorang. Penelitian di Harvard University Amerika Serikat (http://akhmadsudrajat.Wordpress.com/…/pendidikan karakterdi- smp/), mengungkapkan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Sementara itu Ratna Megawangi (2007) dalam bukunya Semua Berakar Pada Karakter mencontohkan bagaimana kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an.
Buliten Character Educator yang diterbitkan oleh Character Education Partnership (http://pondokibu.com/parenting/pendidikan-psikologi anak/dampakpendidikan-karakter-terhadap-akademi-anak/) menguraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Sejalan dengan hal di atas, menurut Thomas Lickona tanpa ketiga aspek ini pendidikan karakter tidak akan efektif dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya.
Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Sebuah buku berjudul Emotional Intelligence and School Success karangan Joseph Zins (2001) (dalam http://pondokibu.com/ parenting/ pendidikan-psikologi-anak/dampak-pendidikan-karakter-terhadap-akademianak/) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dalam buku itu dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Daniel Goleman (dikutip dalam http://pondokibu.com/parenting/ pendidikan psikologi-anak/dampak-pendidikan-karakter-terhadap-akademi-anak/) menjelaskan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia prasekolah dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya. Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya. Entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Apabila seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Berdasarkan hal tersebut terbukti bahwa pentingnya pendidikan karakter, baik di rumah ataupun di pendidikan formal.
Sementara itu, UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan Nasional Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.




BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
Karakter merupakan kualitas atau kekuatan mental, moral, perilaku, sikap, dan kepribadian seseorang. Karakter merupakan kunci kesuksesan dalam kehidupan seseoran di masa depan.
Pendidikan karakter membentuk pribadi cerdas dan berkarakter kuat. Pendidikan karakter dapat diterapkan pada setiap mata pelajaran. Ada 9 pilar karakter yang perlu dikembangkan agar siswa menjadi manusia berkarakter. Guru perlu mengembangkan nilai-nilai karakter dalam dirinya dan memilik peran penting dalam pembentukan karakter siswa. Guru perlu memiliki karakter yang kuat dan positif untuk dapat membentuk siswa yang berkarakter. Mereka tidak hanya menjadi pendidik dan pengajar bagi siswa, namun mereka mampu menjadi teladan bagi siswa.

B.       Saran

Untuk para guru di seluruh Tanah Air mengingat betapa startegisnya peran serta guru dalam upaya membangun karakter bangsa, maka pembinaan profesionalisme guru yang terfokus kepada empat kompetensi utama yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional harus dilandasi oleh konsepsi dan pendekatan-pendekatan dalam pendidikan nilai. Sehingga guru mampu menjadi model terbaik, dan tampil sebagai pribadi yang utuh/kaffah ditengah-tengah upayanya dalam melaksanakn tugas-tugas formal keguruan.



DAFTAR PUSTAKA



Agustian, Ari Ginanjar. (2007). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta: Arga.
Baedhowi. (2012). Pendidikan Masa Depan dan Kiat Menjadi Guru Profesional. (Online). (www.infodiknas.com/tantangan, diakses tanggal 18 Oktober 2013).

Davies dan Ellison. (1992). Planning Matters: The Impact of Development Planning in Primary Schools. London: Barbara MacGilchrist.

Hidayatullah, Furqan. (2010). Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka.
Hornby, A.S. dan Parnwell, E.C. (1972). Learner’s Dictionary. Kuala Lumpur: Oxford University Press.
Khan, Yahya. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi Publising.
Megawangi, Ratna. (2008). Pelopor Pendidikan Holistik Berbasis Karakter. (Online). (http://www.langitperempuan.com/2008/02 /ratna-megawangi-pelopor pendidikan-holistik-berbasis-karakter/, diakses tanggal 18 Oktober 2013).
Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah. Yogyakarta: Pedagogia (PT. Pustaka Insan Madani).
Santoso, Slamet Imam. (1981). Pembinaan Watak Tugas Utama Pendidikan. Jakarta. Universitas Indonesia Press.
UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
UU No 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional